Ini Cerita Umar Patek, Terpaksa Terlibat Bom Bali
Ini Cerita Umar Patek, Terpaksa Terlibat Bom Bali - Terdakwa kasus terorisme Umar Patek bercerita saat dirinya ikut membantu Mukhlas Cs meracik dan merakit Bom Bali 2002, di sebuah kontrakan di Jalan Menjangan, Bali.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Umar Patek mengaku datang ke Bali atas perintah Mukhlas, yang ingin melakukan pembalasan untuk umat muslim di Palestina.
Meskipun Umar Patek sempat tidak sepaham dengan aksi tersebut, dengan berberat hati dirinya harus mengikuti apa kata seniornya Dulmatin saat itu. Ia tidak punya alasan lain kenapa ikut ke Bali saat itu.
"Saya hanya ikut Dulmatin," ujarnya dalam persidangan, Senin (7/5/2012).
Umar Patek selalu merasa berat bila harus menolak permintaan Dulmatin. Sebab, Dulmatin kerap kali membantunya dalam urusan risiko dapur.
Pada awal Oktober, Umar pergi ke Bali, dan langsung dijemput Idris.
"Saat itu, saya naik bis ke sana, dan tiketnya sudah dibelikan Dulmatin," ungkapnya.
Setelah memberikan uang kepada istrinya, Umar Patek saat itu berangkat dan tiba di Bali pada 2 Oktober 2012. Ia memang ditugaskan untuk membantu Sawad dalam meramu bahan peledak.
Namun, ia hanya meramu sekitar 10 kilogram, karena Sawad sudah menyelesaikan sebelum ia datang ke kontrakan tersebut.
"Saat itu saya tidak bisa pulang, karena saya tidak punya uang, sehingga tidak mungkin saya pulang, walaupun dengan berat hati, saya terpaksa membantu mereka. Tapi, alhamdulillah Sawad sudah menyelesaikannya saat itu," tuturnya.
Menjawab pertanyaan hakim kenapa dirinya tidak pulang bila hal itu tidak sesuai dengan visi jihadnya.
"Saya saat itu hanya punya uang sekitar Rp 10 ribu-Rp 15 ribu, jadi tidak bisa pulang," akunya.
Selama di tempat peracikan dan perakitan bom, Umar Patek hanya berada di dalam kamar membaca Al-Quran.
Pernah suatu ketika, ia diminta tolong Dulmatin untuk membantu Azhari ketika membuat bom rompi, saat ia diminta memegangi paralon karena Dulmatin ingin buang hajat.
"Saya hanya disuruh, kemudian setelah lima menit Dulmatin datang kembali. Saya hanya disuruh lima menit pegangi paralon itu," paparnya.
Lantas, Umar Patek kembali ke kamar dan tidak pernah membantu lagi, bahkan pada saat perakitan pun ia hanya melihat.
"Selain karena berat hati, fisik saya pun juga tidak mungkin mengangkat barang seberat itu," cetusnya.
Setelah selesai, ia pun pulang lebih awal ke Solo menggunakan bis. Kemudian, ia baru mengetahui ada peledakan bom dari televisi.
"Saya sedih dan menyesali kejadian itu, karena sebelumnya saya sempat menentang," tukas Patek. (tribunnews.com]
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan anda berkomentar sesuai dengan Artikel diatas
Terima kasih......