Asal Batu Kelam yang Misterius dan Kesultanan Sintang
Asal Batu Kelam yang Misterius dan Kesultanan Sintang - Banyak cerita yang terkandung di istana kesultanan Kota Sintang di Kalimantan Barat, dan juga menawarkan wisata sejarah dan alam, namun belum banyak dikenal wisatawan. Padahal di sini ada Istana Kesultanan Sintang dan Bukit Batu Kelam yang asal-usulnya misterius.
Di Sintang, ada beberapa hotel dapat digunakan untuk menginap. Tarifnya masih terhitung murah dari Rp 100.000/malam. Tidak ada hotel bermerek seperti kota-kota besar. Hotel dikelola oleh masyarakat setempat. detikTravel berkunjung ke kota ini minggu lalu.
2 lokasi utama wisatawan di Sintang yakni kawasan bukit bernama Batu Kelam dan istana Kesultanan Sintang. Menurut legenda warga setempat, bukit batu berwarna hitam pekat itu dibawa oleh seorang bujang kelam yang tidak pakai celana.
"Karena diolok-olok, bujang ngambek dan meninggalkan batu setinggi 950 meter di situ. Bagi ahli geologi, itu batu meteorit karena tidak jelas asal-usulnya," kata Bupati Sintang, Milton Crosby kepada detikTravel.
Di Istana Kesultanan Sintang, suasananya cukup sepi. Tidak ada abdi dalem yang berseliweran, hanya ada keluarga inti kesultanan yang setiap hari di situ.
Istana seluas hampir 3 kali lapangan bola tersebut terdiri 3 bangunan. Semuanya menghadap Sungai Kapuas, sungai yang menghubungkan kesultanan dengan dunia luar pada era Majapahit hingga kolonial Belanda. Seluruh bangunan juga masih berupa papan kayu seperti zaman dahulu kala.
Bangunan utama berada di tengah. Fungsinya untuk ruang menerima tamu dan kamar keluarga kesultanan. Tidak terlihat benda berharga yang mencolok di bangunan ini. Ruang tamu hanya diisi 2 set kursi warna coklat berpadu dengan warna dinding kuning mencolok. Di dinding ruang tamu, terdapat papan yang menggambarkan silsilah keturunan kerajaan dengan lengkap sejak pendirian kerajaan Sintang pada 1362 Masehi.
Di sayap kiri, bangunan difungsikan untuk menyimpan benda-benda bersejarah seperti Gending Logender itu. Selain itu terdapat berbagai koleksi kesultanan yang berusia ratusan tahun seperti Al Quran tulisan tangan, meriam era kolonial, papan catur zaman Belanda ataupun foto-foto keluarga kerajaan dan pecahan uang zaman Belanda.
Di sayap kanan bangunan utama, terdapat bangunan untuk kamar para keluarga kesultanan, dapur dan keperluan logistik rumah tangga. Sementara halaman belakang digunakan untuk taman luas dengan rumput yang tercukur rapih.
Menurut Sultan, komposisi bangunan ini hampir menyerupai aslinya. Kalaupun ada perombakan, hanya menyesuaikan dengan kekuatan bangunan seperti penggantian kayu.
"Jangan membayangkan seperti kerajaan di Yogya dan Solo. Di sini seperti ini. Tidak ada abdi dalem yang mengabdi sembah sinuwun. Sejak Jepang membunuh semua keluarga kesultanan, kesultanan menjadi vakum. 65 tahun vakum, kami menjadi tidak berdaya. Tidak ada rakyat yang patuh seperti di Solo atau Yogya. Saya sudah biasa ngopi di pinggir jalan dan masyarakat sudah biasa," ucap Sultan Sintang.
Di samping kanan kompleks istana, terdapat masjid kesultanan bernama Masjid Sultan Nata. Saat ini, arsitektur bangunan masjid masih dipertahankan dari bentuk aslinya saat didirikan yakni pada tahun 1672.
Seluruh bangunan terbuat dari kayu belian dengan atap genteng. Masjid Sultan Nata menggunakan arsitektur rumah panggung khas pesisir sungai. Konstruksi bangunan masjid seluruhnya terbuat dari kayu. Pondasi, rangka bangunan, balok gelegar, penutup atap, dan papan lantai terbuat dari kayu belian. Masjid Sultan Nata sebetulnya telah mengalami beberapa kali renovasi, namun delapan tiang penyangga yang terbuat dari kayu belian tetap dipertahankan sesuai aslinya hingga saat ini.
Sayang, potensi wisata dan budaya yang telah menyejarah hingga ratusan tahun ini masih terlihat terbengkalai. Butuh ketelatenan dan kerja keras untuk membuat tarikh Kesultanan Sintang bangkit dari keterpurukan.
Al Qur'an tua (Ari/detikFoto)
Meriam tua di Istana Sintang (Ari/detikFoto)
Istana Kesultanan Sintang (Ari/detikFoto)
Mesjid Sultan Nata (Ari/detikFoto)
Gending Logender, harta dari Majapahit (Ari/detikFoto)
Ari Saputra - detikFoto
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan anda berkomentar sesuai dengan Artikel diatas
Terima kasih......