Cerita Gadis Pontianak Jual Ginjal Senilai 600 Juta



Cerita Gadis Pontianak Jual Ginjal Senilai 600 Juta - Rh (20), gadis asal Kota Pontianak, ingin menjual satu dari dua ginjalnya dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Penawaran dia lakukan melalui situs di internet dengan harga Rp 500 juta sampai Rp 600 juta.

"Saya terpaksa menawarkan organ tubuh saya. Ini saya lakukan untuk menolong keluarga saya," kata Rh yang bermukim di Jl Karya Tani, Kota Pontianak, Selasa (8/5/2012).

Keinginan Rh ini mendapat tanggapan berbagai pihak. Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) Kalbar, Eddy Patebang, mengaku prihatin dengan aksi jual ginjal yang dilakukan warga Pontianak hanya karena tidak bisa makan.

"Ini bentuk kegagalan negara, pemerintah, untuk memenuhi hak- hak dasar warganya. Sebab, berdasarkan UUD 1945, fakir miskin dan anak-anak telantar dipelihara oleh negara," kata Eddy.

Sekretaris Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kalbar, dr Nursyam Ibrahim, menyatakan, penjualan organ tubuh manusia tidak dibenarkan berdasarkan aturan apapun. "Bukan hanya di Indonesia, seluruh negara di dunia ini melarangnya," katanya.
Gadis Rh, sebagaimana dilansir Antara, menyatakan rela menjual salah satu organ tubuh yang vital hanya untuk meningkatkan taraf kehidupan keluarganya. Pasalnya, status sebagai anak sulung membuatnya harus memutar otak untuk mencukupi kebutuhan pribadi dan keluarganya.

Semenjak tamat dari SMA, Rh sudah harus memikul beban berat untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Anak sulung dari lima bersaudara itu harus bekerja keras setelah ayahnya diberhentikan dari salah satu perusahaan yang berada di Pontianak.

"Saya juga bingung mau kerja apa lagi. Ayah saya sekarang hanya bekerja sebagai buruh kasar di sebuah toko sembako dengan penghasilan minim, dengan upah per hari Rp 3.000," ungkapnya.

"Sedangkan ibu saya hanya sebagai ibu rumah tangga yang sering sakit-sakitan, belum lagi tiga dari empat adik saya masih duduk dibangku sekolah dan satu orang duduk dibangku sekolah lanjutan tingkat pertama, sedangkan yang terakhir baru berusia tiga tahun," katanya.

Dia menjelaskan, rencana itu telah di pikirkannya dengan matang, termasuk semua risiko yang akan ditanggungnya kelak. Tanpa sepengetahuan kedua orangtuanya, diam-diam ia memasang sebuah iklan di salah satu website di internet dengan memberi nama alamat dan nomor kontak.

Keputusan itu diambilnya setelah ia banyak mendengar dari orang-orang sekitar yang banyak membicarakan tentang penjualan organ tubuh dengan harga ratusan juta rupiah.
Mendengar harga yang sangat fantastis dan untuk memperbaiki ekonomi keluarga, alasan itu yang membutnya tanpa ragu untuk menjual satu di antara ginjalnya.

Rh memang sengaja merahasiakan tentang niatnya untuk menjual salah satu ginjalnya dari kedua orangtuanya karena ia
takut mereka tidak akan mengizinkan hal tersebut.

Ia juga mengatakan hal yang tidak lumrah itu ternyata juga banyak dilakukakan orang lain yang berada di sekitarnya.

Pemerintah Bertindak

Pegiat HAM Eddy Patebang meminta pemerintah melalui aparatur dan instansi terkait segera bertindak. "Temui dia yang mau menjual ginjalnya, ajak bicara. Termasuk juga keluarganya. Mengapa ia menjual ginjalnya. Apakah karena himpitan ekonomi, atau karena frustrasi," tuturnya.

Tidak hanya itu, orang-orang yang punya ekonomi lebih juga harus membantu. "Perlu ada gerakan Kalbar untuk membantunya. Kalau dia miskin karena cacat, atau pendidikan rendah, artinya secara struktural ia tak mungkin mendapatkan pekerjaan layan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ia layak dibantu," papar Eddy.

Eddy mengatakan menjual organ tubuh untuk kepentingan komersial tidak dibenarkan dalam HAM. Sebab, menjual ginjal, misalnya, akan berdampak dan mempengaruhi fungsi-fungsi organ tubuh yang lain. "Berbeda dengan tujuan untuk donor, itu kita apresiasi," ujarnya.

Sekretaris IDI Kalbar, Nursyam Ibrahim, yakin praktik penjualan organ tubuh seperti ginjal tidak akan mudah dilakukan. "Kalaupun secara ilegal itu akan sulit. Karena tidak ada rumah sakit yang ilegal di Indonesia ini," ujarnya.

Praktik donor ginjal, menurut Nursyam, tidak bisa dilakukan sembarang. Harus ada kecocokan genetik antara pemberi dan penerima donor. Pemberi donor ini juga harus diperiksa kesehatannya, dan belum tentu dinyatakan layak sebagai donor.
Menurut Nursyam, memang ada beberapa manusia yang terpaksa hidup dengan satu ginjal karena ginjal satunya terpaksa diangkat. Manusia dengan satu ginjal ini tetap dapat hidup, namun harus lebih ekstra menjaga kesehatannya.

Secara umum, ginjal itu berfungsi mendetoksifikasi racun-racun yang mengalir dalam darah. "Detoksifikasi itu harusnya dilakukan dua ginjal secara bersinergi. Tapi, jika hanya satu ginjal, maka kerjanya menjadi lebih berat," katanya.

Nursyam mengatakan, manusia yang hidup dengan satu ginjal sudah masuk kategori sebagai manusia cacat. Maka secara otomatis dia tidak dapat hidup sebagaimana layaknya manusia normal.

Dalam mengkonsumsi obat misalnya, manusia yang hidup dengan satu ginjal harus berada dalam pengawasan dokter. "Konsumsi obat bagi orang yang hidup dengan satu ginjal, tidak boleh sembarangan," ujarnya.

Istirahat juga harus lebih menjadi perhatian. Sebab jika kurang istirahat, dampaknya kesehatan bakal lebih mudah terganggu. "Hidupnya harus teratur. Tidak boleh sampai capek. Pagi bangun tidur, malam hari jam sembilan harus sudah tidur," katanya.

Termasuk dalam hal berolahraga, juga tidak bisa melakukan gerakan-gerakan seperti manusia normal. Olahraganya tidak boleh berat, yang bisa dilakukan hanyalah berjalan kaki. "Jalan kaki saja olahraganya. Kalau jogging, sudah tidak boleh," papar Nursyam.

Siap Membantu

Sukiryanto, Ketua Real Estat Indonesia (REI)Kalbar, menilai, seorang gadis yang berniat menjual ginjal untuk kepentingan keluarga atau bantu ekonomi keluarganya adalah sah-sah saja.
"Meskipun begitu, aturan negara kita tidak memperbolehkan kecuali didonorkan untuk keluarga, artinya tanpa mengharapkan imbalan dari ginjal yang telah didonorkan," ujarnya.

Apapun alasannya, kata Sukiryanti, tindakan gadis remaja ini memprihatinkan dan perlu mendapatkan dukungan dari semua pihak untuk membantu.

"Saya pribadi siap memberikan bantuan. tapi tidak membantu dalam bentuk finansial atau uang. Saya akan membantu dalam bentuk lain, yaitu memberikan pekerjaan yang layak agar yang bersangkutan mendapatkan penghasilan untuk meringankan ekonomi keluarganya," tuturnya.

Sisa Primashinta, pengusaha butik, beranggapan, mestinya Rh tidak perlu sampai seekstrim itu, yaitu menjual ginjal. Kecuali memang kondisi keluarga yang sangat amat memprihatinkan, seperti orangtua sakit keras, banyak terlilit hutang, dan banyak saudara yang harus ditanggung.

"Apabila orangtua dia masih sehat, saya rasa dia bisa cari pekerjaan. Jangan sampai mau jual ginjal karena untuk melunasi utang orangtua yang mungkin suka judi atau sejenisnya," katanya.

Sisa mengingatkan, apabila Rh berhasil menjual ginjal, dan katakanlah dia mendapatkan Rp 600 juta, apa yang akan mereka lakukan dengan uang sebanyak itu?

"Namun, seandainya dia sendiri akhirnya sakit-sakitan dan akhirnya dia sendiri yang harus dirawat, apa gunanya dengan uang sebanyak Rp 600 juta," ujarnya.

Meski begitu, Sisa tergerak untuk membantu, dengan memberikan keterampilan yang nantinya bisa menjadi modal usaha. Sehingga bantuan tersebut berkelanjutan atau sustainable yang pada intinya memberikan kail pancing, bukan ikannya.

Dia menilai, pemerintah atau yayasan amal mempunyai kebijakan untuk memberikan bantuan dengan kasus seperti itu. "Jadi, sebenarnya bisa cukup diringankan bebannya, dan dia tidak perlu sampai harus menjual ginjal," ujar Sisa.

Bebby Nailufa, pengusaha jasa konstruksi, mengaku sangat miris mendengar kabar tersebut.

"Pendapat saya, kurangnya pengetahuan dan keterampilan membuat seseorang tidak dapat menghidupi keluarganya. Selain itu, terlalu banyak orang malas di negeri ini, padahal banyak orang butuh tenaga kerja tapi banyak yang belum terampil," bebernya.

Terkadang, kata Bebby, orang ingin kerja tapi tidak mau susah, maunya yang enak dapat uang. "Ini sudah menjadi budaya yang tidak baik," tuturnya.

Akibatnya, anak pun terhimbas dengan berwawasan sempit dan mengambil jalan pintas mencari uang dengan menjual organ tubuh. Meskipun rasa kasihan, padahal perbuatan menjual organ tubuh tidak baik dan haram.

"Kendati demikian, kita siap memberikan bantuan, awalnya mungkin berupa uang, setelah itu memberikan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilannya. Dengan memberikannya pekerjaan, kita mengajarkan orang untuk tidak malas," kata Bebby.





Sumber : Tribun Pontianak

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan anda berkomentar sesuai dengan Artikel diatas
Terima kasih......

Cerita Gadis Pontianak Jual Ginjal Senilai 600 Juta